Rabu, 02 September 2020

HIDROPONIK

1.      SEJARAH HIDROPONIK

 

Menurut literatur, bertanam secara hidroponik telah dimulai ribuan tahun yang lalu. Diceritakan ada tanaman gantung di Babilon dan tanaman terapung di vina yang bisa disebut sebagai contoh hidroponik. Lebih lanjut diceritakan pula di Mesir, India dan Cina, manusia purba sudah kerap menggunakan larutan pupuk organic untuk memupuk semangka, mentimun dan sayuran lainnya dalam bedengan pasir ditepi sungai. Cara bertanam seperti ini kemudian disebut riverbed cultivation.

Ketika ahli patologis tanaman menggunakan nutrient khusus untuk media tanam muncullah istilah nutria culture. Setelah itu bermunculanlah istilah water culture, solution culture dan gravel bed culture untuk menyebut hasil percobaan mereka menanam sesuatu tanmpa menggunakan tanah sebagai medianya. Terakhir pada tahun 1936 istilah hidroponik lahir. Istilah ini diberikan untuk hasil dari DR. WF. Gericke, seorang agronomis dari Universitas California, USA, berupa tanaman tomat setinggi 3 meter yang penuh buah dan ditanam dalam bak berisi mineral hasil uji cobanya. Sejak itu, hidroponik yang berarti hydros adalah air dan ponics untuk menyebut pengerjaan atau bercocok tanam, dinomatkan untuk menyebut segala aktivitas bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat tumbuhnya.

Penemuan Gericke ini menjadi sensasi pada saat itu. Foto dan riwayat kerjanya menjadi headline surat kabar, bahkan ia sempat dinobatkan menjadi orang berjasa abad 20. Sejak itu, hidroponik tidak hanya batas skala laboratorium, tetapi dengan teknik yang sederhana dapat diterapkan oleh siapa saja termasuk ibu rumah tangga. Jepang yang kalah dari sekutu dan tanahnya tandus akibat bom atom, pada tahun 1950 secara gencar menerapkan hidroponik kemudian Negara


lain seperti Irak, Bahrain dan Negara-negara penghasil minyak yang tanahnya berupa gurun pasir dan tandus pun ikut menepkan hidroponik (Pinus, 2006)

 

 

2.      HIDROPONIK

 

Hydroponic terdiri dari dua kata yaitu Hydro dan Phonos/Phonic. Hydro berarti air, sedangkan Phonos/Phonic berarti kerja.

Dengan demikian pada teknik hidroponik yang bekerja di dalam mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah air (air yang mengandung nutrisi khusus).

Hidroponik adalah lahan budidaya pertanian tanpa menggunakan media tanah, sehingga hidroponik merupakan aktivitas pertanian yang dijalankan dengan menggunakan air sebagai medium untuk menggantikan tanah. Sehingga sistem bercocok tanam secara hidroponik dapat memanfaatkan lahan yang sempit. Pertanian dengan menggunakan sistem hidroponik memang tidak memerlukan lahan yang luas dalam pelaksanaannya, tetapi dalam bisnis pertanian hidroponik hanya layak dipertimbangkan mengingat dapat dilakukan di pekarangan rumah,atap rumah maupun lahan lainnya (Tiya Apriyani, 2018).

Hidroponik merupakan salah satu sistem budidaya yang populer dikalangan masyarakat khususnya di daerah perkotaan, karena sistem budidaya ini tidak menggunakan tanah sebagai media tanamnya dan hanya menambahkan nutrisi hara untuk pertumbuhannya. Selain itu tidak memerlukan lahan yang luas, sehingga dapat dilakukan diperkarangan atau diteras rumah. Tanaman yang dibudidayakan dengan sistem hidroponik antara lain buah dan sayuran (tanaman anual).

Hidroponik adalah sistem budidaya yang mengandalkan air atau bercocok tanam tanpa tanah. Pada dasarnya bertanam secara hidroponik memiliki banyak


keunggulan dibandingkan dengan bertanam dengan media lainnya, selain dapat dilakukan di lahan yang terbatas dan ramah lingkungan terdapat banyak keunggulan lain (Wulansari, 2015).



 

      3. Jenis Tanaman Sayur yang Biasa Ditanam dengan Menggunakan Sistem Hidroponik

Hidroponik merupakan budidaya tanaman yang memanfaatkan air sebagai larutan nutrisinya dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau soilless. Tanaman yang telah dibudidayakan dengan sistem ini antara lain buah dan sayuran (tanaman semusim) seperti strawbery, kangkung, kangkung, pakchoy, selada, tomat, sawi, dll.

 

4.      KEUNTUNGAN HIDROPONIK

 

Bertanam secara hidroponik dapat berkembang dengan cepat karena cara ini mempunyai banyak kelebihan. Kelebihan yang utama adalah keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin. Selain itu, kelebihan lainnya sebagai berikut:

a.       Perawatan lebih praktis serta gangguan hama lebih terkontrol

 

b.      Pemakaian pupuk lebih hemat (efisien)

 

c.       Tanaman yang mati lebih mudah diganti dengan tanaman yang baru

 

d.      Tidak membutuhkan banyak tenaga kasar karena metode kerja lebih hemat dan memiliki standardisasi

e.       Tanaman dapat tumbuh lebih pesat dan dengan keadaan yang tidak kotor dan rusak.

f.       Hasil produksi lebih kontinu dan lebih tinggi dibandingkan dengan penanaman di tanah

g.      Harga jual produksi hidroponik lebih tinggi dari produk non hidroponik.

 

h.      Beberapa jenis tanaman bisa dibudidayakan diluar musim

 

i.        Tidak ada resiko kebanjiran, erosi, kekeringan atau ketergantungan pada kondisi alam.

j.     Tanaman hidroponik dapat dilakukan pada lahan atau ruang yang terbatas, misalnya atap, dapur atau garasi (Pinus, 2006)

Dapat disimpulkan bahwa bercocok tanam tanpa tanah memberikan keuntungan yang lebih besar, terutama bagi penduduk perkotaan yang memiliki lahan sempit atau gersang. Cara ini memberikan nilai plus dalam menciptakan penghijauan di tempat-tempat yang tidak memungkinkan lagi ditanam pohon dengan media tanah.

 

5.      MEDIA TANAM

 

Dalam bercocok tanam hidroponik membutuhkan media tanam. Media tanam dalam bercocok tanam hidroponik juga bermacam-macam, disesuaikan dengan jenis tanaman dan instalasi hidroponik yang digunakan. Menurut (Moesa, 2016) ada beberapa jenis media tanam yang biasa digunakan, diantaranya sebagai berikut:

a.      Rockwool

 

Rockwool merupaka jenis media tanam yang paling banyak digunakan karena media tanam rockwool dapat digunakan sebagai media tanam dari proses penyemaian benih tanaman sampai pembesaran tanpa harus pemindahan ke media tanam yang berbeda sehingga dapat meminimalisir kerusakan bibit. Rockwool biasanya banyak digunakan untuk membudidayakan sayuran yang memiliki jangka panen yang tidak terlalu lama.

b.      Sekam bakar

 

Sekam bakar merupakan media tanam yang dapat digunakan untuk membudidayakan sayuran buah tidak hanya sayuran daun saja. Media tanam sekam bakar tidak membebani akar tanaman karena ringan sehingga tanaman dapat tumbuh secara bebas dan leluasa.

c.       Cocopeat

 

Cocopeat salah satu jenis media tanam yang dibuat dari sabut kelapa yang dihancurkan sampai sabut kelapa tersebut menjadi halus. Media tanam ini juga banyak digunakan untuk menanam aneka jenis tanaman karena memiliki daya serap air yang tinggi, ringan, bisa disterilkan sehingga tanaman bebas dari bibit penyakit.

d.      Kompos

 

Kompos merukapan salah satu media tanam yang jarang digunakan dalam budidaya tanaman. Bisanya kompos yang digunakan adalah kompos yang berasal dari pupuk kandang dan hasil pembusukan dedaunan.

Menurut teori di atas, disimpulkan bahwa media tanam yang digunakan dalam pembudidayaan tanaman hidroponik disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam karena jenis media tanam yang digunakan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

 

6.      KRITERIA PEMILIHAN MEDIA TANAM

 

Sebelum melakukan proses penanaman terlebih dahulu kita harus mengetahui kriteria media tanam yang sesuai.

Menurut (Alviani, 2015) media tanam yang bagus harus memiliki kriteria sebagai media yaitu :

1.      tidak mempengaruhi kandungan nutrisi,

2.      tidak menyumbat sistem pengairan

3.      mempunyai pori-pori yang baik.

Selain itu bercocok tanam hidroponik juga perlu memperhatikan empat elemen penting sebagai faktor penentu keberhasilan yaitu :

1.      konsentrasi unsur hara terlarut,

2.      jumlah oksigen terlarut,

3.      cahaya matahari dan

4.      tingkat keasaman larutan (PH).

Dalam penggunaan media tanam harus memperhatikan beberapa aspek supaya tanaman bisa tumbuh dan berkembang dengan baik diantaranya ketersediaan air, oksigen dan zat hara selain itu media tanam yang digunakan tidak boleh mengandung zat yang beracun yang dapat membahayakan tanaman (Moesa, 2016:19).

Kriteria pemilihan media tanam harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam supaya tanaman bisa tumbuh dan berkembang dengan baik serta harus memperhatikan elemen penting sebagai faktor penentu keberhasilan tanaman serta menghindari penggunaan media tanam yang mengandung zat beracun sehingga dapat membahayakan tanaman.

 

 

 

7.      CARA BERCOCOK TANAM HIDROPONIK

 

Banyak cara atau teknik yang dapat dilakukan untuk bercocok tanam hidroponik mulai dari yang sederhana hingga yang terbilang caggih. Menurut (Moesa, 2016) sistem hidroponik yang saat ini umum diterapkan baik oleh hobiis maupun pebisnis sayuran hidroponik, sebagai berikut:

a.       Wick System (Sistem Sumbu)

 

Wick system termasuk kedalam sistem hidroponik yang terbilang paling sederhana karena sifatnya yang statis (tanpa adanya aliran air dan nutrisi). Sistem ini banyak digemari dan dipakai oleh pemula karena kemudahan dalam instalasinya. Prinsip utama dari sistem sumbu adalah adanya aliran nutrisi dari wadah penampung nutrisi ke akar tanaman menggunakan prinsip kapilaritas sehingga akar tanaman dapat menyerap nutrisi.

Hidroponik wick system juga dapat menggunakan barang-barang bekas yang ada dirumah seperti, gelas mineral bekas minuman yang dipotong menjadi dua, selain botol plastic bekas wadah penampung nutrisi juga dapat menggunakan boks Styrofoam, ember baskom, ataupun wadah plastik berbentuk kotak.

Kelemahan sistem ini yaitu harus ada perlakuan mengaduk larutan nutrisi untuk memunculkan oksigen terlarut dalam menjaga agar nutrisi tidak mengendap di dasar tanah.

b.      Water Culture System (Sistem Rakit Apung)

 

Sistem rakit apung ini memiliki prinsip akar tanaman yang terapung didalam larutan nutrisi sehingga setiap saat dapat menyerap nutrisi. Sistem ini juga memiliki kesamaan instalsi seperti pada sistem sumbu, yaitu bisa dibuat sederhana dan statis tanpa aliran nutrisi.

Perbedaannya yaitu pada sistem sumbu akar tidak menyentuh langsung larutan nutrisi, sedangkan akar pada sistem rakit apung bersentuhan langsung dengan nutrisi. Sistem ini juga dapat dibuat menggunakan barang-barang yang sederhana dan memanfaatkan barang-barang bekas serta biaya pembuatan murah dan mudah dalam pembuatan instalasi.

c.       Sistem NFT (Nutrient Film Technique)

 

NFT merupakan kepanjangan dari Nutrient Film Technique , konsep dasar sistem ini adalah mengalirkan nutrisi hidroponik ke akar tanaman secara tipis (film). Tujuan dari pengaliran secara tipis ini adalah supaya akar tanaman bisa memperoleh asupan Air, Oksigen dan Nutrisi yang cukup

Sistem NFT biasanya menggunakan instalasi berupa pipa paralon sebagai wadah aliran nutrisi dan netpot atau gelas plastik bekas air mineral sebagai wadah media tanam dan bibit. Bentuk instalasi siste NFT bisa horizontal ataupun bertingkat. Nutrisi dialirkan secara terus-menerus menggunakan pompa air selama 24 jam.

Keunggulan dari sistem NFT yaitu larutan nutrisi terus menerus membawa oksigen terlarut yang cukup untuk akar tanaman. Degan demikian, larutan nutrisi selalu tercampur merata didalam air sehingga akar bisa menyerap nutrisi secara maksimal. Sedangkan kelemahan sistem ini terletak pada pompa air yang harus menyala terus menerus selama 24

jam agar larutan nutrisi terus mengalir dari pipa dan akar tetap emperoleh nutrisi.

d.      Sistem DFT (Deep Flow Technique)

Sistem DFT adalah cara menanam tanaman dengan mensirkulasikan larutan nutrisi tanaman secara terus-menerus selama 24 jam pada rangkaian aliran tertutup.

 

Merupakan penyesuaian dari sistem NFT. Sistem ini memiliki bentuk instalasi yang sama dengan sistem NFT, yaitu dapat dibuat secara horizontal atau bertingkat. Perbedaan sistem DFT dengan sistem NFT terletak pada pengaturan saluran output nya.

Kelebihan sistem ini adalah bisa mengheat penggunaan pompa air karena mesin dapat dimatikan secara berkala selama beberapa kalidalam sehari menggunakan timer, sedangkan tanaman tetap bisa mendapatkan nutrisi dan oksigen terlarut secara maksimal.

e.       Sistem Tetes (Drip)

 

Prinsip utama sistem tetes yaitu dengan memberikan nutrisi pada tanaman dengan cara meneteskan nutrisi secara berkala ke media tanam sehingga dapat diserap oleh akar tanaman .nutrisi yang dikeluarkan dalam bentuk tetesan menggunakan dripper yang dipasang dibagian ujung slang kecil yang menuju media tanam. hidroponik sistem ini bisa dibuat baik secara horizontal maupun vertikal.

Kelebihan sistem ini yaitu nutrisi yang diberikan lebih efisien dan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sedangkan kelemahannya yaitu ada pada susunan instalasinya yang lebih kompleks dibandingkan dengan jenis instalasi yang telah dijabarkan sebelumnya, sehingga tidak banyak pemula yang mengaplikasikannya.

 

8.      KEBUTUHAN UNSUR HARA PADA TANAMAN


Kebutuhan unsur hara pada tanaman sangat berkaitan dengan jenis atau macam unsur hara. Hal ini sejalan dengan adanya perbedaan karakter dari masingmasing tanaman menyangkut kebutuhannya akan unsur hara tertentu serta perbedaan karakter dan fungsi dari unsur hara tersebut. Kebutuhan tanaman akan unsur hara yang berbeda sesuai dengan fase-fase pertumbuhan tanaman tersebut, semisal pada saat awal pertumbuhan tanaman/fase vegetatif akan membutuhkan unsur hara yang berbeda dengan saat tumbuhan mencapai fase generatif. Kebutuhan unsur hara pada tanaman selain berkaitan dengan macam unsur hara, juga sangat berkaitan dengan jumlah unsur hara yang dibutuhkan. Jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman berbeda sesuai dengan jenis tanaman dan  jenis unsur haranya, semisal pada jenis tanaman sayuran akan  membutuhkan unsur hara yang berbeda dengan jenis tanaman palawija. Selain itu jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman juga dapat dilihat dari umur tanaman. Konsumsi hara oleh tanaman berbeda bergantung pada umur fisiologis tanaman tersebut.

Menurut (Pradyto Moerhasrianto, 2011) tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik membutuhkan unsur hara yang selalu tersedia selama siklus hidupnya mulai dari penanaman hingga panen. Ketersediaan hara dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor pemberian konsentrasi pupuk yang tepat akan mempengaruhi hasil suatu tanaman. Upaya-upaya untuk menjaga ketersediaan hara dalam tanah selain pemberian konsentrasi pupuk, dapat juga melalui frekuensi pemberian pupuk, cara pemberian dan bentuk pupuk digunakan secara tepat.

 

9.      PENTINGNYA NUTRISI DALAM SISTEM HIDROPONIK

 

Perbedaan paling menonjol antara hidroponik dan budidaya konvensional adalah terletak pada penyediaan nutrisi tanaman. Pada budidaya konvensional


penyediaan nutrisi tanaman sangat bergantung pada kemampuan tanah menyediakan unsur hara dalam jumlah cukup dan lengkap. Pada budidaya hidroponik, semua kebutuhan nutrisi diupayakan tersedia dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh tanaman. Nutrisi itu diberikan dalam bentuk larutan yang bahannya dapat berasal dari bahan organik maupun anorganik. Beberapa nutrisi atau pupuk yang digunakan dalam sistem hidroponik pada umumnya meliputi Growmore, hyponex, vitabloom, vitagrow, gandapan, gandasil, baypolan dan lain- lain (Pradyto Moerhasrianto, 2011).

Untuk tanaman sayuran hidroponik nutrisi atau pupuk yang umum digunakan adalah yang mengandung unsur nitrogen tinggi atau dominan, hal ini dikarenakan tanaman sayuran yang diutamakan adalah pertumbuhan vegetatifnya. Adapun nutrisi hidroponik yang digunakan pada penelitian ini adalah Growmore. Growmore adalah pupuk daun lengkap dalam bentuk kristal berwarna biru, sangat mudah larut dalam air. Dapat diserap dengan mudah oleh tanaman baik itu melalui penyemprotan daun maupun disiram ke dalam tanah. Mengandung hara lengkap dengan konsentrasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Semua produk Growmore dianjurkan dipakai pada tanaman:

1.      Tanaman hias, bunga potong, anggrek.

 

2.      Semangka, melon, jeruk, apel, mangga, durian, kopi, coklat, lada

 

3.      Padi, palawija (jagung, kedele, kacang-kacangan).

 

4.      Sayuran (tomat, kentang, kubis, bawang, cabe, broccoli).

 

5.    Lapangan golf dan tanaman hidroponik (Pradyto Moerhasrianto, 2011).

 

Adapun kandungan unsur hara yang terdapat pada Growmore didominasi oleh unsur nitrogen dan beberapa kandungan unsur hara mikro lain (Tabel 9).

 

Tabel 9. Kandungan unsur hara nutrisi hidroponik Growmore


Jenis Unsur Hara

Kandungan (%)

Nitogen (N)

32

Phospor (P)

10

Kalium (K)

10

Kalsium (Ca)

0.05

Magnesium (Mg)

0.10

Balerang/ Sulfur (S)

0.20

Boron (B)

0.02

Tembaga (Cu)

0.05

Besi (Fe)

0.10

sMangan (Mn)

0.05

Molybdenum (Mo)

0.0005

Seng (Zn)

0.05

Sumber: (Pradyto Moerhasrianto, 2011)

 

 

10.  NUTRISI

 

Larutan nutrisi merupakan salah satu aspek penting dalam melakukan budidaya hidroponik. Larutan nutrisi erat kaitannya dengan kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta penyediaan media tanam yang menjadi tempat media tanam. media tanam tersebut bekaitan dengan tempat penyimpanan unsur hara yang yang diperlukan tanaman. Hasil yang maksimal akan diperoleh dengan pengolahan larutan nutrisi yang terfokus pada metode aplikasi yang sesuai dengan umur, kondisi lingkungan serta kebutuhan tanaman. Kebutuhan nutrisi harus dalam jumlah yang tepat dan tersedia sehingga dapat diserap secara optimal oleh tanaman. Pemberian larutan nutrisi bagi tanaman dapat secara langsung maupun melalui permukaan media tanam. Larutan nutrisi yang diberikan harus mencakup unsur hara makro dan mikro. Kebutuhan unsur hara makro dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan struktur vegetative dan produksi, sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan sebagai unsur pelengkap esensial untuk menujang kadar gula, rasa, warna, serta ketahanan tanaman terhadap infeksi penyakit (Kamalia, 2013).

Nutrisi yang digunakan dalam budidaya dengan sistem hidroponik adalah nutrisi AB mix. Nutrisi AB Mix mengandung 16 unsur hara esensial yang diperlukan tanaman, dari 16 unsur tersebut 6 diantaranya diperlukan dalam jumlah


banyak (makro) yaitu N, P, K, Ca, Mg, S, dan 10 unsur diperlukan dalam jumlah sedikit (mikro) yaitu Fe, Mn, Bo, Cu, Zn, Mo, Cl, Si, Na, Co. Nutrisi AB mix adalah nutrisi yang digunakan dibagi menjadi dua stok yaitu stok A dan stok B. Stok A berisi senyawa yang mengan di Ca, sedangkan Stok B berisi senyawa yang mengandung sulfat dan fosfat. Pembagian tersebut dimaksudkan agar dalam kondisi pekat tidak terjadi endapan, karena Ca jika bertemu dengan sulfat atau fosfat dalam keadaan pekat menjadi kalsium sulfat atau kalsium fosfat dan membentuk endapan (Novi Sesanti & Sismanto, 2016)

Nitrisi dalam hidroponik dapat langsung diberikan dengan cara mencampurkannya dalam air. Menurut (Suryani,2015) Cara pengaplikasian nutrisinya sebagai berikut:

a.       Siapkan larutan nutrisi hidroponik yang sudah siap pakai

 

b.      Campurkan 5 ml larutan A dan 5 ml larutan B dalam 1 liter air kemudian diaduk sampai rata.

c.       Jika kita membuat 10 liter larutan, maka campurkan 50 ml larutan A dan 50 ml larutan B. Demikian seterusnya setiap liter yang diperlukan dikalikan lima.


         11.  EC dan pH Larutan

 

Nilai EC (Electrical Conductivity) merupakan angka penting dalam hidroponik untuk memacu produktivitas tanaman. Kepekatan EC dapat dikontrol dengan menggunakan alat yang disebut EC meter. EC meter ini penting peranannya, karena kualitas larutan nutrisi sangat menentukan keberhasilan produksi, sedangkan kuantitas larutan nutrisi atau pupuk tergantung pada konsentrasi (Tiya Apriyani, 2018). Konsentrasi larutan hara berpengaruh terhadap semua variabel pertumbuhan vegetatif, hasil, dan kandungan klorofil, kecuali pada bobot basah akar dan bobot kering akar. Pertumbuhan tanaman akan terhambat


bila EC melebihi batas jenuh dan dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman. Setiap jenis dan umur tanaman membutuhkan larutan dengan EC yang berbeda- beda. Berikut ini merupakan kebutuhan EC tanaman dari tanaman kecil, medium, besar, dan fase generatif.

1)             Tanaman kecil : 1 mS/cm

 

2)             Tanaman Medium : 1,5 mS/cm

 

3)             Tanaman Besar : 2 mS/cm

 

4)             Tanaman Fase Generatif : 2,5-3,5 mS/cm

 

Kualitas larutan nutrisi dapat dikontrol berdasarkan nilai Electrical Conductivity (EC) dan pH larutan. Makin tinggi konsentrasi larutan berarti makin pekat kandungan garam dalam larutan tersebut, sehingga kemampuan larutan menghantarkan arus listrik makin tinggi yang ditunjukkan dengan nilai EC yang tinggi pula. Kepekatan larutan nutrisi dipengaruhi oleh kandungan garam total serta akumulasi ion-ion yang ada dalam larutan nutrisi. Konduktivitas listrik dalam larutan mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu dalam hal kecepatan fotosintesis, aktivitas enzim dan potensi penyerapan ion-ion oleh akar. Kepekatan larutan nutrisi juga akan menentukan lama penggunaan larutan nutrisi dalam sistem hidroponik.

Selain EC, pH juga menentukan dalam budidaya hidroponik. Umumnya derajat keasaman (pH) suatu larutan pupuk untuk budidaya hidroponik berada pada kisaran 5,5-6,5 atau bersifat asam. Pada kisaran tersebut daya larut unsur- unsur hara makro dan mikro sangat baik. Bila nilai pH kurang dari 5,5 atau lebih dari 6,5 maka daya larut unsur hara tidak sempurna lagi. Nilai EC dan pH untuk beberapa jenis tanaman tercantum pada Tabel 11.


Tabel 11. Nilai EC dan pH untuk beberapa jenis tanaman

 

Tanaman

EC (mS/cm)

pH

Brokoli

3,0-3,5

6,0-6,8

Kubis

2,5-3,0

6,5-7,0

Cabai

1,8-2,2

6,0-6,5

Kubis Bunga

1,5-2,0

6,5-7,0

Seledri

2,5-3,0

6,0-6,5

Terung Jepang

2,5-3,5

5,8-6,2

Bawang Daun

2,0-3,0

6,5-7,0

Lettuce

2,0-3,0

6,0-6,5

Lettuce Head

0,9-1,6

6,0-6,5

Bawang Merah

2,0-3,0

6,0-7,0

Pakcoy

1,5-2,0

6,5-7,0

Kangkung

1,4-1,8

6,0-7,0

Jagung Manis

1,6-2,5

6,0-6,5

Tomat

2,0-5,0

5,5-6,5

Kacang-kacangan

2,0-4,0

5,5-6,2

Sumber: (Tiya Apriyani, 2018)


Penulis : Safaruddin, M.Pd. 

1 komentar:

  1. Izin promo ya Admin^^

    Bosan gak tau mau ngapain, ayo buruan gabung dengan kami
    minimal deposit dan withdraw nya hanya 15 ribu rupiah ya :D
    Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa x-)
    - Telkomsel
    - GOPAY
    - Link AJA
    - OVO
    - DANA
    segera DAFTAR di WWW.AJOKARTU.COMPANY ....:)

    BalasHapus

BIOTEKNOLOGI