1. SEJARAH HIDROPONIK
Menurut literatur, bertanam secara
hidroponik telah dimulai ribuan tahun yang lalu. Diceritakan ada tanaman
gantung di Babilon dan tanaman terapung di vina yang bisa disebut sebagai
contoh hidroponik. Lebih lanjut diceritakan pula di Mesir, India dan Cina,
manusia purba sudah kerap menggunakan larutan pupuk organic untuk memupuk
semangka, mentimun dan sayuran lainnya dalam bedengan pasir ditepi sungai. Cara
bertanam seperti ini kemudian disebut riverbed
cultivation.
Ketika ahli patologis tanaman
menggunakan nutrient khusus untuk media tanam muncullah istilah nutria culture.
Setelah itu bermunculanlah istilah water
culture, solution culture dan gravel bed culture untuk menyebut hasil
percobaan mereka menanam sesuatu tanmpa menggunakan tanah sebagai medianya.
Terakhir pada tahun 1936 istilah hidroponik lahir. Istilah ini diberikan untuk
hasil dari DR. WF. Gericke, seorang agronomis dari Universitas California, USA,
berupa tanaman tomat setinggi 3 meter yang penuh buah dan ditanam dalam bak
berisi mineral hasil uji cobanya. Sejak itu, hidroponik yang berarti hydros adalah air dan ponics untuk menyebut pengerjaan atau
bercocok tanam, dinomatkan untuk menyebut segala aktivitas bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah sebagai tempat tumbuhnya.
Penemuan Gericke ini menjadi sensasi
pada saat itu. Foto dan riwayat kerjanya menjadi headline surat kabar, bahkan
ia sempat dinobatkan menjadi orang berjasa abad 20. Sejak itu, hidroponik tidak
hanya batas skala laboratorium, tetapi dengan teknik yang sederhana dapat
diterapkan oleh siapa saja termasuk ibu rumah tangga. Jepang yang kalah dari
sekutu dan tanahnya tandus akibat bom atom, pada tahun 1950 secara
gencar menerapkan hidroponik kemudian Negara
lain
seperti Irak, Bahrain dan Negara-negara penghasil minyak yang tanahnya berupa
gurun pasir dan tandus pun ikut menepkan hidroponik (Pinus, 2006)
2.
HIDROPONIK
Hydroponic
terdiri dari dua kata yaitu Hydro dan Phonos/Phonic.
Hydro berarti air, sedangkan Phonos/Phonic berarti kerja.
Dengan demikian pada teknik hidroponik yang bekerja di
dalam mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah air (air yang
mengandung nutrisi khusus).
Hidroponik adalah lahan budidaya pertanian tanpa
menggunakan media tanah, sehingga hidroponik merupakan aktivitas pertanian yang
dijalankan dengan menggunakan air sebagai medium untuk menggantikan tanah.
Sehingga sistem bercocok tanam secara hidroponik dapat memanfaatkan lahan yang
sempit. Pertanian dengan menggunakan sistem hidroponik memang tidak memerlukan
lahan yang luas dalam pelaksanaannya, tetapi dalam bisnis pertanian hidroponik
hanya layak dipertimbangkan mengingat dapat dilakukan di pekarangan rumah,atap
rumah maupun lahan lainnya (Tiya Apriyani, 2018).
Hidroponik merupakan salah satu sistem
budidaya yang populer dikalangan masyarakat khususnya di daerah perkotaan,
karena sistem budidaya ini tidak menggunakan tanah sebagai media tanamnya dan
hanya menambahkan nutrisi hara untuk pertumbuhannya. Selain itu tidak
memerlukan lahan yang luas, sehingga dapat dilakukan diperkarangan atau diteras
rumah. Tanaman yang dibudidayakan dengan sistem hidroponik antara lain buah dan
sayuran (tanaman anual).
Hidroponik adalah sistem budidaya yang
mengandalkan air atau bercocok tanam tanpa tanah. Pada dasarnya bertanam secara
hidroponik memiliki banyak
keunggulan dibandingkan dengan bertanam dengan media
lainnya, selain dapat dilakukan di lahan yang terbatas dan ramah lingkungan
terdapat banyak keunggulan lain (Wulansari, 2015).
3. Jenis Tanaman Sayur yang Biasa Ditanam dengan Menggunakan Sistem Hidroponik
Hidroponik merupakan budidaya tanaman
yang memanfaatkan air sebagai larutan nutrisinya dan tanpa menggunakan tanah
sebagai media tanam atau soilless. Tanaman
yang telah dibudidayakan dengan sistem ini antara lain buah dan sayuran
(tanaman semusim) seperti strawbery, kangkung, kangkung, pakchoy, selada,
tomat, sawi, dll.
4.
KEUNTUNGAN HIDROPONIK
Bertanam secara hidroponik dapat
berkembang dengan cepat karena cara ini mempunyai banyak kelebihan. Kelebihan
yang utama adalah keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih
terjamin. Selain itu, kelebihan lainnya sebagai berikut:
a.
Perawatan lebih praktis
serta gangguan hama lebih terkontrol
b.
Pemakaian pupuk lebih hemat (efisien)
c. Tanaman
yang mati lebih mudah diganti dengan tanaman yang baru
d.
Tidak membutuhkan
banyak tenaga kasar karena metode kerja lebih hemat dan memiliki standardisasi
e.
Tanaman
dapat tumbuh lebih pesat dan dengan keadaan yang tidak kotor dan rusak.
f.
Hasil
produksi lebih kontinu dan lebih tinggi dibandingkan dengan penanaman di tanah
g. Harga
jual produksi hidroponik lebih tinggi dari produk non hidroponik.
h. Beberapa
jenis tanaman bisa dibudidayakan diluar musim
i.
Tidak ada
resiko kebanjiran, erosi, kekeringan atau ketergantungan pada kondisi alam.
j.
Tanaman
hidroponik dapat dilakukan pada lahan atau ruang yang terbatas, misalnya atap,
dapur atau garasi (Pinus, 2006)
Dapat disimpulkan bahwa bercocok tanam
tanpa tanah memberikan keuntungan yang lebih besar, terutama bagi penduduk
perkotaan yang memiliki lahan sempit atau gersang. Cara ini memberikan nilai
plus dalam menciptakan penghijauan di tempat-tempat yang tidak memungkinkan
lagi ditanam pohon dengan media tanah.
5.
MEDIA TANAM
Dalam bercocok tanam hidroponik
membutuhkan media tanam. Media tanam dalam bercocok tanam hidroponik juga
bermacam-macam, disesuaikan dengan jenis tanaman dan instalasi hidroponik yang
digunakan. Menurut (Moesa, 2016) ada beberapa jenis media tanam yang biasa
digunakan, diantaranya sebagai berikut:
a. Rockwool
Rockwool
merupaka jenis media tanam yang paling banyak digunakan
karena media tanam rockwool dapat
digunakan sebagai media tanam dari proses penyemaian benih tanaman sampai
pembesaran tanpa harus pemindahan ke media tanam yang berbeda sehingga dapat
meminimalisir kerusakan bibit. Rockwool biasanya
banyak digunakan untuk membudidayakan sayuran yang memiliki jangka panen yang
tidak terlalu lama.
b. Sekam
bakar
Sekam bakar merupakan media tanam yang
dapat digunakan untuk membudidayakan sayuran buah tidak hanya sayuran daun
saja. Media tanam sekam bakar tidak membebani akar tanaman karena ringan
sehingga tanaman dapat tumbuh secara bebas dan leluasa.
c. Cocopeat
Cocopeat
salah satu jenis media tanam yang dibuat dari sabut
kelapa yang dihancurkan sampai sabut kelapa tersebut menjadi halus. Media tanam
ini juga banyak digunakan untuk menanam aneka jenis tanaman karena memiliki
daya serap air yang tinggi, ringan, bisa disterilkan sehingga tanaman bebas
dari bibit penyakit.
d. Kompos
Kompos merukapan salah satu media tanam
yang jarang digunakan dalam budidaya tanaman. Bisanya kompos yang digunakan
adalah kompos yang berasal dari pupuk kandang dan hasil pembusukan dedaunan.
Menurut teori di atas, disimpulkan bahwa
media tanam yang digunakan dalam pembudidayaan tanaman hidroponik disesuaikan
dengan jenis tanaman yang akan ditanam karena jenis media tanam yang digunakan
sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga tanaman dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik.
6.
KRITERIA
PEMILIHAN MEDIA TANAM
Sebelum melakukan proses penanaman
terlebih dahulu kita harus mengetahui kriteria media tanam yang sesuai.
Menurut (Alviani, 2015) media tanam yang
bagus harus memiliki kriteria sebagai media yaitu :
1.
tidak
mempengaruhi kandungan nutrisi,
2.
tidak
menyumbat sistem pengairan
3.
mempunyai
pori-pori yang baik.
Selain itu bercocok tanam hidroponik
juga perlu memperhatikan empat elemen penting sebagai faktor penentu
keberhasilan yaitu :
1.
konsentrasi
unsur hara terlarut,
2.
jumlah
oksigen terlarut,
3.
cahaya
matahari dan
4.
tingkat
keasaman larutan (PH).
Dalam penggunaan media tanam harus
memperhatikan beberapa aspek supaya tanaman bisa tumbuh dan berkembang dengan
baik diantaranya ketersediaan air, oksigen dan zat hara selain itu media tanam
yang digunakan tidak boleh mengandung zat yang beracun yang dapat membahayakan
tanaman (Moesa, 2016:19).
Kriteria pemilihan media tanam harus
disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam supaya tanaman bisa tumbuh
dan berkembang dengan baik serta harus memperhatikan elemen penting sebagai
faktor penentu keberhasilan tanaman serta menghindari penggunaan media tanam
yang mengandung zat beracun sehingga dapat membahayakan tanaman.
7.
CARA BERCOCOK
TANAM HIDROPONIK
Banyak cara atau teknik yang dapat
dilakukan untuk bercocok tanam hidroponik mulai dari yang sederhana hingga yang
terbilang caggih. Menurut (Moesa, 2016) sistem hidroponik yang saat ini umum
diterapkan baik oleh hobiis maupun pebisnis sayuran hidroponik, sebagai
berikut:
a.
Wick
System (Sistem Sumbu)
Wick
system termasuk kedalam sistem hidroponik yang
terbilang paling sederhana karena sifatnya yang statis (tanpa adanya aliran air
dan nutrisi). Sistem ini banyak digemari dan dipakai oleh pemula karena kemudahan
dalam instalasinya. Prinsip utama dari sistem sumbu adalah adanya aliran
nutrisi dari wadah penampung nutrisi ke akar tanaman menggunakan prinsip
kapilaritas sehingga akar tanaman dapat menyerap nutrisi.
Hidroponik wick system juga dapat menggunakan barang-barang bekas yang ada
dirumah seperti, gelas mineral bekas minuman yang dipotong menjadi dua, selain
botol plastic bekas wadah penampung nutrisi juga dapat menggunakan boks Styrofoam, ember baskom, ataupun wadah
plastik berbentuk kotak.
Kelemahan sistem ini yaitu harus ada
perlakuan mengaduk larutan nutrisi untuk memunculkan oksigen terlarut dalam
menjaga agar nutrisi tidak mengendap di dasar tanah.
b.
Water
Culture System (Sistem Rakit Apung)
Sistem rakit apung ini memiliki prinsip
akar tanaman yang terapung didalam larutan nutrisi sehingga setiap saat dapat
menyerap nutrisi. Sistem ini juga memiliki kesamaan instalsi seperti pada
sistem sumbu, yaitu bisa dibuat sederhana dan statis tanpa aliran nutrisi.
Perbedaannya yaitu pada sistem sumbu
akar tidak menyentuh langsung larutan nutrisi, sedangkan akar pada sistem rakit
apung bersentuhan langsung dengan nutrisi. Sistem ini juga dapat dibuat
menggunakan barang-barang yang sederhana dan memanfaatkan barang-barang bekas
serta biaya pembuatan murah dan mudah dalam pembuatan instalasi.
c.
Sistem NFT (Nutrient
Film Technique)
NFT merupakan kepanjangan dari
Nutrient Film Technique , konsep dasar sistem ini adalah mengalirkan
nutrisi hidroponik ke akar tanaman secara tipis (film). Tujuan dari
pengaliran secara tipis ini adalah supaya akar tanaman bisa memperoleh asupan
Air, Oksigen dan Nutrisi yang cukup
Sistem NFT biasanya menggunakan
instalasi berupa pipa paralon sebagai wadah aliran nutrisi dan netpot atau
gelas plastik bekas air mineral sebagai wadah media tanam dan bibit. Bentuk
instalasi siste NFT bisa horizontal ataupun bertingkat. Nutrisi dialirkan
secara terus-menerus menggunakan pompa air selama 24 jam.
Keunggulan dari sistem NFT yaitu larutan
nutrisi terus menerus membawa oksigen terlarut yang cukup untuk akar tanaman.
Degan demikian, larutan nutrisi selalu tercampur merata didalam air sehingga
akar bisa menyerap nutrisi secara maksimal. Sedangkan kelemahan sistem ini terletak
pada pompa air yang harus menyala terus menerus selama 24
jam agar larutan nutrisi terus mengalir dari pipa dan akar
tetap emperoleh nutrisi.
d.
Sistem DFT (Deep
Flow Technique)
Sistem DFT adalah cara menanam
tanaman dengan mensirkulasikan larutan nutrisi tanaman secara terus-menerus
selama 24 jam pada rangkaian aliran tertutup.
Merupakan penyesuaian dari sistem NFT.
Sistem ini memiliki bentuk instalasi yang sama dengan sistem NFT, yaitu dapat
dibuat secara horizontal atau bertingkat. Perbedaan sistem DFT dengan sistem
NFT terletak pada pengaturan saluran output nya.
Kelebihan sistem ini adalah bisa
mengheat penggunaan pompa air karena mesin dapat dimatikan secara berkala
selama beberapa kalidalam sehari menggunakan timer, sedangkan tanaman tetap
bisa mendapatkan nutrisi dan oksigen terlarut secara maksimal.
e. Sistem
Tetes (Drip)
Prinsip utama sistem tetes yaitu dengan
memberikan nutrisi pada tanaman dengan cara meneteskan nutrisi secara berkala
ke media tanam sehingga dapat diserap oleh akar tanaman .nutrisi yang
dikeluarkan dalam bentuk tetesan menggunakan dripper yang dipasang dibagian
ujung slang kecil yang menuju media tanam. hidroponik sistem ini bisa dibuat
baik secara horizontal maupun vertikal.
Kelebihan sistem ini yaitu nutrisi yang
diberikan lebih efisien dan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sedangkan
kelemahannya yaitu ada pada susunan instalasinya yang lebih kompleks
dibandingkan dengan jenis instalasi yang telah dijabarkan sebelumnya, sehingga
tidak banyak pemula yang mengaplikasikannya.
8.
KEBUTUHAN
UNSUR HARA PADA TANAMAN
Kebutuhan unsur hara pada tanaman sangat berkaitan dengan jenis atau macam
unsur hara. Hal ini sejalan dengan adanya perbedaan karakter dari masingmasing
tanaman menyangkut kebutuhannya akan unsur hara tertentu serta perbedaan
karakter dan fungsi dari unsur hara tersebut. Kebutuhan tanaman akan unsur hara
yang berbeda sesuai dengan fase-fase pertumbuhan tanaman tersebut, semisal pada
saat awal pertumbuhan tanaman/fase vegetatif akan membutuhkan unsur hara yang
berbeda dengan saat tumbuhan mencapai fase generatif. Kebutuhan unsur hara pada
tanaman selain berkaitan dengan macam unsur hara, juga sangat berkaitan dengan
jumlah unsur hara yang dibutuhkan. Jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman berbeda sesuai dengan jenis tanaman dan
jenis unsur haranya, semisal pada jenis tanaman sayuran akan membutuhkan unsur hara yang berbeda dengan
jenis tanaman palawija. Selain itu jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman
juga dapat dilihat dari umur tanaman. Konsumsi hara oleh tanaman berbeda
bergantung pada umur fisiologis tanaman tersebut.
Menurut (Pradyto Moerhasrianto, 2011)
tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik membutuhkan unsur hara
yang selalu tersedia selama siklus hidupnya mulai dari penanaman hingga panen.
Ketersediaan hara dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor pemberian
konsentrasi pupuk yang tepat akan mempengaruhi hasil suatu tanaman. Upaya-upaya
untuk menjaga ketersediaan hara dalam tanah selain pemberian konsentrasi pupuk,
dapat juga melalui frekuensi pemberian pupuk, cara pemberian dan bentuk pupuk
digunakan secara tepat.
9.
PENTINGNYA
NUTRISI DALAM SISTEM HIDROPONIK
Perbedaan paling menonjol antara hidroponik dan budidaya
konvensional adalah terletak pada penyediaan nutrisi tanaman. Pada budidaya
konvensional
penyediaan nutrisi tanaman sangat bergantung pada kemampuan
tanah menyediakan unsur hara dalam jumlah cukup dan lengkap. Pada budidaya
hidroponik, semua kebutuhan nutrisi diupayakan tersedia dalam jumlah yang tepat
dan mudah diserap oleh tanaman. Nutrisi itu diberikan dalam bentuk larutan yang
bahannya dapat berasal dari bahan organik maupun anorganik. Beberapa nutrisi
atau pupuk yang digunakan dalam sistem hidroponik pada umumnya meliputi Growmore, hyponex, vitabloom, vitagrow,
gandapan, gandasil, baypolan dan lain- lain (Pradyto Moerhasrianto, 2011).
Untuk tanaman sayuran hidroponik nutrisi
atau pupuk yang umum digunakan adalah yang mengandung unsur nitrogen tinggi
atau dominan, hal ini dikarenakan tanaman sayuran yang diutamakan adalah
pertumbuhan vegetatifnya. Adapun nutrisi hidroponik yang digunakan pada
penelitian ini adalah Growmore. Growmore adalah pupuk daun lengkap dalam
bentuk kristal berwarna biru, sangat mudah larut dalam air. Dapat diserap
dengan mudah oleh tanaman baik itu melalui penyemprotan daun maupun disiram ke
dalam tanah. Mengandung hara lengkap dengan konsentrasi yang berbeda sesuai
dengan kebutuhan. Semua produk Growmore dianjurkan
dipakai pada tanaman:
1. Tanaman
hias, bunga potong, anggrek.
2.
Semangka, melon, jeruk,
apel, mangga, durian, kopi, coklat, lada
3.
Padi, palawija (jagung,
kedele, kacang-kacangan).
4.
Sayuran (tomat, kentang,
kubis, bawang, cabe, broccoli).
5. Lapangan
golf dan tanaman hidroponik (Pradyto Moerhasrianto, 2011).
Adapun kandungan unsur hara yang
terdapat pada Growmore didominasi
oleh unsur nitrogen dan beberapa kandungan unsur hara mikro lain (Tabel 9).
Tabel 9.
Kandungan unsur hara nutrisi hidroponik Growmore
Jenis Unsur Hara |
Kandungan
(%) |
Nitogen (N) |
32 |
Phospor (P) |
10 |
Kalium (K) |
10 |
Kalsium (Ca) |
0.05 |
Magnesium (Mg) |
0.10 |
Balerang/ Sulfur (S) |
0.20 |
Boron (B) |
0.02 |
Tembaga (Cu) |
0.05 |
Besi (Fe) |
0.10 |
sMangan (Mn) |
0.05 |
Molybdenum (Mo) |
0.0005 |
Seng (Zn) |
0.05 |
Sumber: (Pradyto
Moerhasrianto, 2011)
10.
NUTRISI
Larutan nutrisi merupakan salah satu
aspek penting dalam melakukan budidaya hidroponik. Larutan nutrisi erat
kaitannya dengan kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta penyediaan
media tanam yang menjadi tempat media tanam. media tanam tersebut bekaitan
dengan tempat penyimpanan unsur hara yang yang diperlukan tanaman. Hasil yang
maksimal akan diperoleh dengan pengolahan larutan nutrisi yang terfokus pada
metode aplikasi yang sesuai dengan umur, kondisi lingkungan serta kebutuhan
tanaman. Kebutuhan nutrisi harus dalam jumlah yang tepat dan tersedia sehingga
dapat diserap secara optimal oleh tanaman. Pemberian larutan nutrisi bagi
tanaman dapat secara langsung maupun melalui permukaan media tanam. Larutan
nutrisi yang diberikan harus mencakup unsur hara makro dan mikro. Kebutuhan
unsur hara makro dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan struktur vegetative dan
produksi, sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan sebagai unsur pelengkap
esensial untuk menujang kadar gula, rasa, warna, serta ketahanan tanaman
terhadap infeksi penyakit (Kamalia, 2013).
Nutrisi yang digunakan dalam budidaya
dengan sistem hidroponik adalah nutrisi AB mix. Nutrisi AB Mix mengandung 16
unsur hara esensial yang diperlukan
tanaman, dari 16 unsur tersebut 6 diantaranya diperlukan dalam jumlah
banyak (makro) yaitu N, P, K, Ca, Mg, S, dan 10 unsur
diperlukan dalam jumlah sedikit (mikro) yaitu Fe, Mn, Bo, Cu, Zn, Mo, Cl, Si,
Na, Co. Nutrisi AB mix adalah nutrisi yang digunakan dibagi menjadi dua stok
yaitu stok A dan stok B. Stok A berisi senyawa yang mengan di Ca, sedangkan
Stok B berisi senyawa yang mengandung sulfat dan fosfat. Pembagian tersebut
dimaksudkan agar dalam kondisi pekat tidak terjadi endapan, karena Ca jika
bertemu dengan sulfat atau fosfat dalam keadaan pekat menjadi kalsium sulfat
atau kalsium fosfat dan membentuk endapan (Novi Sesanti & Sismanto, 2016)
Nitrisi dalam hidroponik dapat langsung
diberikan dengan cara mencampurkannya dalam air. Menurut (Suryani,2015) Cara
pengaplikasian nutrisinya sebagai berikut:
a.
Siapkan larutan nutrisi
hidroponik yang sudah siap pakai
b.
Campurkan 5
ml larutan A dan 5 ml larutan B dalam 1 liter air kemudian diaduk sampai rata.
c.
Jika kita
membuat 10 liter larutan, maka campurkan 50 ml larutan A dan 50 ml larutan B.
Demikian seterusnya setiap liter yang diperlukan dikalikan lima.
11. EC dan pH Larutan
Nilai EC (Electrical Conductivity) merupakan angka penting dalam hidroponik
untuk memacu produktivitas tanaman. Kepekatan EC dapat dikontrol dengan
menggunakan alat yang disebut EC meter. EC meter ini penting peranannya, karena
kualitas larutan nutrisi sangat menentukan keberhasilan produksi, sedangkan
kuantitas larutan nutrisi atau pupuk tergantung pada konsentrasi (Tiya
Apriyani, 2018). Konsentrasi larutan hara berpengaruh terhadap semua variabel
pertumbuhan vegetatif, hasil, dan kandungan klorofil, kecuali pada bobot basah akar dan bobot kering
akar. Pertumbuhan tanaman
akan terhambat
bila EC melebihi batas jenuh dan dapat mengakibatkan
keracunan pada tanaman. Setiap jenis dan umur tanaman membutuhkan larutan dengan
EC yang berbeda- beda. Berikut ini merupakan kebutuhan EC tanaman dari tanaman
kecil, medium, besar, dan fase generatif.
1)
Tanaman kecil : 1 mS/cm
2)
Tanaman Medium : 1,5 mS/cm
3)
Tanaman Besar : 2 mS/cm
4)
Tanaman Fase Generatif :
2,5-3,5 mS/cm
Kualitas larutan nutrisi dapat dikontrol
berdasarkan nilai Electrical Conductivity
(EC) dan pH larutan. Makin tinggi konsentrasi larutan berarti makin pekat
kandungan garam dalam larutan tersebut, sehingga kemampuan larutan
menghantarkan arus listrik makin tinggi yang ditunjukkan dengan nilai EC yang
tinggi pula. Kepekatan larutan nutrisi dipengaruhi oleh kandungan garam total
serta akumulasi ion-ion yang ada dalam larutan nutrisi. Konduktivitas listrik
dalam larutan mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu dalam hal kecepatan
fotosintesis, aktivitas enzim dan potensi penyerapan ion-ion oleh akar.
Kepekatan larutan nutrisi juga akan menentukan lama penggunaan larutan nutrisi
dalam sistem hidroponik.
Selain EC, pH juga menentukan dalam
budidaya hidroponik. Umumnya derajat keasaman (pH) suatu larutan pupuk untuk
budidaya hidroponik berada pada kisaran 5,5-6,5 atau bersifat asam. Pada
kisaran tersebut daya larut unsur- unsur hara makro dan mikro sangat baik. Bila
nilai pH kurang dari 5,5 atau lebih dari 6,5 maka daya larut unsur hara tidak
sempurna lagi. Nilai EC dan pH untuk beberapa jenis tanaman tercantum pada
Tabel 11.
Tabel 11. Nilai EC
dan pH untuk beberapa jenis tanaman
Tanaman |
EC (mS/cm) |
pH |
Brokoli |
3,0-3,5 |
6,0-6,8 |
Kubis |
2,5-3,0 |
6,5-7,0 |
Cabai |
1,8-2,2 |
6,0-6,5 |
Kubis Bunga |
1,5-2,0 |
6,5-7,0 |
Seledri |
2,5-3,0 |
6,0-6,5 |
Terung Jepang |
2,5-3,5 |
5,8-6,2 |
Bawang Daun |
2,0-3,0 |
6,5-7,0 |
Lettuce |
2,0-3,0 |
6,0-6,5 |
Lettuce Head |
0,9-1,6 |
6,0-6,5 |
Bawang Merah |
2,0-3,0 |
6,0-7,0 |
Pakcoy |
1,5-2,0 |
6,5-7,0 |
Kangkung |
1,4-1,8 |
6,0-7,0 |
Jagung Manis |
1,6-2,5 |
6,0-6,5 |
Tomat |
2,0-5,0 |
5,5-6,5 |
Kacang-kacangan |
2,0-4,0 |
5,5-6,2 |
Sumber: (Tiya
Apriyani, 2018)
Penulis : Safaruddin, M.Pd.
Izin promo ya Admin^^
BalasHapusBosan gak tau mau ngapain, ayo buruan gabung dengan kami
minimal deposit dan withdraw nya hanya 15 ribu rupiah ya :D
Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa x-)
- Telkomsel
- GOPAY
- Link AJA
- OVO
- DANA
segera DAFTAR di WWW.AJOKARTU.COMPANY ....:)